Pajak Dalam Humor

Lagi-lagi, berselancar di ranah maya di sela-sela deadline draft, saya nemu humor ini di kapanlagi.com. Langsung aja silahkan dibaca. 😀

Dalam sebuah acara yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Pajak untuk mensosialisasikan betapa pentingnya warga negara Indonesia yang juga merupakan adalah wajib pajak.

Direktur Pajak memberikan sebuah pidato untuk membuka acara sosialisasi pajak kepada masyarakat.

“Bapak-bapak dan ibu-ibu yang saya hormati, semua warga negara Indonesia pastinya ingin bangsa ini menjadi lebih maju untuk itu diperlukan adanya pembangunan di segala bidang di negara ini. Agar pembangunan itu bisa terlaksana juga membutuhkan bantuan dari anda semua sebagai warga negara Indonesia yang juga seorang wajib pajak untuk membayar pajak dengan senyuman.”

Direktur pajak yang ketika berpidato masih membuka lembaran pidatonya ke halaman berikutnya sehingga ada jeda pidatonya berhenti sejenak.

Tiba-tiba dibalik ketenangan suasana dalam ruangan tersebut, ada orang yang sedang gembira setelah mendengarkan pidato tersebut.

“Asyiiik, kirain bayar pajaknya dengan uang”, kata orang tersebut.

Sumber humor: http://www.kapanlagi.com/a/bayarlah-pajak.html

Mau humor lain? Main aja ke sini, banyak banget humor yang lucu, walaupun ada juga yang agak jorok. 😀

*

Haha… apakah ini termasuk salah satu penurunan derajat Dirjen Pajak di mata rakyat? Sayang sekali ya, padahal Dirjen Pajak saya pikir sudah berbaik hati dengan sunset policy-nya, yang menghapuskan sangsi pajak kepada wajib pajak tertentu (diatur dalam UU No. 28 Tahun 2007). Pengen juga sih bayar pajak cuma dengan senyum manis saya, tapi nanti negara dapet duit dari mana? APBD daerah-daerah (provinsi, kabupaten, dan kota) nanti ngisinya dari mana, ‘kan ada Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Alokasi Umum (DAU) yang dananya dapet dari pusat. Kasihan untuk daerah yang miskin. Terus, pemerintah pusat mau membangun dan memelihara infrastruktur negara mau memakai duit dari mana?

Heu, banyak ya pertimbangan kalo mau nggak bayar pajak. Selain di atas mungkin masih banyak lagi efek samping dari “stop bayar pajak”. Jadi yaa… tetap bayar pajak aja lah. 😀

Seandainya Dirjen Pajak bersih, gak korup, dan semua warga negara membayar pajak, termasuk pengusaha-pengusaha (nakal pengemplang pajak triliunan) besar maupun yang kecil, saya yakin negara ini ga bakal kekurangan uang. Dengan catatan pemerintah daerah juga bersih lho ya. Kalo di pusat bersih tapi di provinsi dan kota-nya korup, ya sama aja nanti bocor duitnya…. 😦

———————————————————————————————————————————————————

Sumber gambar dari sini, dan di-crop sendiri. :mrgreen:    Yang dari sini masih murni. 😎

Seluruh terbitan ini beserta gambar-gambarnya sangat dilindungi, jadi sertakan alamat tautan dan nama pemilik blog jika ingin menggunakan sebagian ataupun seluruh bagian terbitan ini.

106 Comments

  1. enak aje dengan senyuman
    trus jalan, jembatan dan lain sebagainya kagak bisa dibangun ntar
    senyuman itu digunakan saat kita selesai membayar dengan duit lah ya

    Reply

  2. hehe yang bikin sakit ati kan oknum2 yang mengkorupsi pajak dan penggunaan hasil pajak yg kurang jelas, jadi ga rela liat pph yg nominalnya bisa buat makan seminggu >_<

    Reply

      1. makin makmur tuh negera, selain dapat dari pokok pajak juga dri denda yang diterima, tapi mana ya buahnya?

        Reply

    1. @TRIANA: bukan masalah bayar pajak atau nggaknya….
      orang mau bayar pajak adlh sebuah kewajiban yg sudah dilakukan…
      minimal jika seorang pegawai, pasti sudah ada PPh nya..

      Maslahnya adalah Pajak itu dibuat apa???
      untuk menggaji orang2 Pajak yg REMUNERASInya tinggi namun tetap korupsi??

      masak nuntut org bayar pajak tp ga ada tanggungjawabnya,….

      ditata dulu sistem nya, bru ngejar2 org supaya bayar pajak yg benar…

      ORANG PAJAK HARUS BIJAK, HARI GINI ORG PAJAK GA KORUPSI ?? APA KATA GAYUS…???

      Reply

      1. eksis banget ni orang 😀

        APA KATA GAYUS…???>>>> gayus ga akan berkata2… diakan pendiem… diemnya menghanyutkan lagi… mantabbb deh 😀

        Reply

  3. Terserah tuh uang mau diapakan yang penting kita sebagai warga yang bijak tetap taat bayar pajak, toh nanti juga allah yang akan membalas semuanya….iya kan?????

    Reply

    1. @Bunda Arun: bukan begitu bunda…
      kita juga punya kewajiban untuk mengontrol agar kita tidak menjerumuskan org ke jalan yg sesat.
      tdk memberikan secara tdk langsung uang2 itu untuk dikorupsi …

      jgn hny memsrahkan begitu saja kepada Allah bunda…

      gmn sih bunda…

      Reply

  4. Jadi inget, maren nyetir di belakang truk gede di tol, ada tulisan gini “Senyummu membuat uang jalanku tekor” hahahaha…..

    Klo bayar pajak cuman pake senyum, ntar jargon pajak berubah dong!

    “Bayar pajak pake senyum? Apa kata duniyaaa??”

    Reply

  5. aya-aya wae
    itu mah cuman humor mereun
    heheheh :mrgreen:
    makanya bayar pajak
    makanya para petugas pajak jangan korupsi
    makanya makan 4 sehat 5 sempurna

    Reply

  6. wekekek.. yg ada kalo kekantor pajak.. petugas nya jarang yg senyum..
    gimana mo bayar pake senyuman 😀

    Btw Asop ikutan member Kapanlagi.com nggak ?

    Reply

  7. kasian pemerintah udah susah2 bangun citra buat “orang bijak bayar pajak” tapi dihancurkan sendiri dari dalam oleh mas gayus 😯

    gayus ,oh gayus,nasibmu kini…

    Reply

  8. idealnya pegawe pajek itu ndak ada yang korupsi, trus wajib pajek juga ndak ada yang ngemplang. saya berharap semoga dengan kasus-kasus yang belakangan terbongkar bisa membersihkan instansi pajak, dan saya yakin mereka bisa.

    yang ndak kalah memprihatinkan, ada beberapa orang yang vokal banget mngkritisi pajek tapi mereka sendiri ndak mbayar pajek dengan tertib. dan beberapa kali saya menemui calon kepala daerah laporan pajeknya asal-asalan.

    Reply

  9. wkwkwkwk… lain kali saya bayar pajak pake senyuman deh… jadi nggak bisa dikorupsi ama gayus2 yang lain heehe…

    Nice info 😀

    Reply

  10. Wah… salah kaprah tuh audiensnya, maksudnya bayar pajak tanpa harus mengeluh, tetapi bayar pajak dengan tetap tersenyum, hehehe.

    Reply

  11. jadi males buat bayar pajak nie….

    sebelum kasus gayus meledak, aku dah berpikiran, saat nganggur, pemerintah gak secara nyata mencarikan kita pekerjaan, tapi saat kit abekerja, pemerintah memaksakan untuk menarik pajak dan saat pensiun, kita kembali diterlantarkan pemerintah…… doh…

    Reply

  12. Gini Sop,,,

    Haha… apakah ini termasuk salah satu penurunan derajat Dirjen Pajak di mata rakyat?
    >> mungkin iya..; krn mereka tdk mau memperbaiki sistem kinerja mereka dg baik dan masih suka dg ‘tradisi’ lama.

    Sayang sekali ya, padahal Dirjen Pajak saya pikir sudah berbaik hati dengan sunset policy-nya, yang menghapuskan sangsi pajak kepada wajib pajak tertentu (diatur dalam UU No. 28 Tahun 2007).
    >> Siapa bilang prakteknya semudah itu Sop…,, kalau untuk pajak NPWP pribadi mungkin iya karena secara nominal tdk banyak. Namun jika untuk perusahaan atau sebuah usaha, maka kenanya bisa sampai dobel2. Lagian, NPWP itu memang wajib dimiliki layaknya KTP Sop…. jd ga ngaruh2 bgt dg sunset policy itu.. “KAMPANYE SAJA ITU Sop..”

    Pengen juga sih bayar pajak cuma dengan senyum manis saya, tapi nanti negara dapet duit dari mana? APBD daerah-daerah (provinsi, kabupaten, dan kota) nanti ngisinya dari mana, ‘kan ada Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Alokasi Umum (DAU) yang dananya dapet dari pusat.
    >> Sejauh yg kutahu sejak otonomi daerah nih Sop, pendapatan daerah tdk berasal dr PAJAK krn PAJAK sepenuhnya domain milik Dirjen Pajak yg berada di bawah Departemen Keuangan. Daerah dapatnya dr retribusi2, PAD, dll. CMIIW

    Kasihan untuk daerah yang miskin. Terus, pemerintah pusat mau membangun dan memelihara infrastruktur negara mau memakai duit dari mana?
    >> Daerah miskin seharusnya digabung dan dimekarkan dg adanya OTDA. Infrastruktur sebenarnya bs tuh dibangun dr duit2 hasil korupsi di pemerintahan sejak Indonesia merdeka.
    (jangan terlalu mengandalkan negara untuk berbuat kepada rakyatnya Sop.., ciptakan ide2 kreatif mandiri lepas dr negara. Apa bisa? Banyak. Lihat Pak Onno, lihat bu Tri Mumpuni, dll
    moga bs mencotoh mereka…

    Heu, banyak ya pertimbangan kalo mau nggak bayar pajak. Selain di atas mungkin masih banyak lagi efek samping dari “stop bayar pajak”. Jadi yaa… tetap bayar pajak aja lah. 😀
    >> Masalah bayar pajak atau tidak, itu pun nantinya juga bakal disuruh bayar kok. Asal kita bayar pajak dg bukti slip2 lengkap dan datang langsung ke KPP. Insya Allah itu bakal sampai ke negara..dan jd pendapatan negara.
    Yg menjadi persoalan adalah Pajak dg Perusahaan2. Seringkali org2 pajak itu mencari2 alasan dan kesalahan serta pembenaran untuk memungut pajak atas sebuah perusahaan. Perusahaan yg sudah berusaha taat pajak jd jijik tentunya krn merasa sudah membayar pajak dg benar, tp selalu dicari2 kesalahannya. Yg seringnya nilai kena pajaknya selalu di atas batas kewajaran.
    Nah dr situ, muncul2ah tawaran2 dr aparat pajak untuk membantu membuat laporan keuangan sedemikian rupa agar pajak perusahaan itu bs diminimalisir. Logika akan memilih dibantu.
    Sudah umum jika sebuah perusahaan pd awalnya dikenai pajak 20 M misalnya lalu di’bantu’ dan pajaknya hny tinggal 100 juta. Kemudian, aparat2nya itu memperoleh uang membantu yg sebenarnya memeras. Modus ini dilakukan sop … sejak dr dulu sampai sekarang. meskipun sekarang mulai berkurang.

    Seandainya Dirjen Pajak bersih, gak korup, dan semua warga negara membayar pajak, termasuk pengusaha-pengusaha (nakal pengemplang pajak triliunan) besar maupun yang kecil, saya yakin negara ini ga bakal kekurangan uang.
    >> Penggunaan bahasa pengemplang pajak setelah aku berhubungan dg org2 pajak ternyata br kusadari bhw itu istilah dr org pajak yg sebenarnya tiak tepat. Pd prinsipnya para pengusaha dimanapun berusaha untuk membayar sesuai aturan yg mereka ketahui. namun mereka sering diperas krn dicari2 kesalahan2nya.. Kalao bicara pajak dan aturan pajak Sop…., tdk semudah kita mengatakan WARGA NEGARA YG BAIK BAYAR PAJAK. Pajak itu menurut hemat saya perlu ditinjau ulang sistemnya. Kenapa? Krn mereka seperti lembaga super bodi tanpa ada pengawasan selama ini. Mereka bikin aturan sendiri, ditegakkan sendiri, dieksekusi snediri, diadili sendiri. Jd, jika ada seseorang yg merasa dizalimi oleh org pajak bukan ke PN mereka menggugat, tp ke pengadilan pajak. Otomatis ya ga bakal adil. Wong mereka yg bikin pengadilannya…
    Pajak sebenarnya adalah peninggalan zaman penjajahan dan kerajaan yg punya pemimpin dzalim namun sampai saat ini msh dipertahankan.
    Bila mau, ZAKAT -lah solusinya. Tapi sifatnya wajib. bukan seperti skrg ini yg hny sukarela.

    intinya, ditata dulu itu sistem pajak-nya dg baik dg mekanisme kontrol yg baik pula. Baru deh, rakyat disuruh bayar pajak dg baik.
    “Sy jd teringat saat ada seorang kawan mau bayar pajak di KPP lalu diminta pulang sama kepala-nya sambil berkata “mas, ga usah bayar pajak banyak2 mas.., pajak sampeyan khan ndak banyak2. Ini juga sudah cukup. PPh saja. Penghasilan di luar gaji anda seperti jualan dagangan ga usah dipajaki gpp. Toh, org2 CHINA yg ga bayar banyak kok” katanya ….

    so??? PAJAK ga sekedar membayar saja kale.. kita perlu mengontrolnya..
    Toh, memaksimalkan pendapatan dr SDA seharusnya cukup jika negeri ini memang niat..

    Reply

    1. Oouw, makasih atas kesedian Ahmed untuk menjelaskan opininya di sini dengan panjang lebar. 🙂

      But, i’ll correct you because you’re wrong at #3 .
      Pendapatan daerah memang bukan berasal dari pajak secara langsung, dan benar adanya bahwa daerah dapat duitnya dari retribusi dan PAD (salah duanya). Tapi, sudahkah Ahmed membaca link DAU dan DAK di atas? Sudahkah mencari informasi tentang dua hal itu?
      Patut diingat, di setiap APBD daerah2 terdapat Dana Perimbangan, terdiri dari DAU dan DAK.
      Setiap daerah di Indonesia PASTI mendapatkan DAU dari pemerintah pusat. Ada jatah DAU (dari pusat) di setiap APBD. Besaran DAU ini ada perhitungannya, tergantung dari jumlah penduduk dan luas wilayah. Semakin besar wilayah dan jumlah penduduknya, makin besar DAU yang didapat. Sebaliknya berlaku. Sekedar tambahan, ada beberapa daerah yang mendapat perlakuan khusus, seperti Papua dan Kalimantan. Papua dan Kalimantan adalah negara yang kaya akan sumber daya alam, tapi penduduknya sedikit. Aturan yang tadi saya tulis tidak berlaku, karena untuk ini ada perhitungannya sendiri.
      Dari mana sumber DAU ini? Ya dari kas negara, dan kas negara itu salah satu sumbernya adalah pajak (sumber lain dari usaha negara seperti Pertamina, dan pinjaman luar negeri).
      DAK (Dana alokasi khusus) juga sama sumbernya, dari kas negara. DAK ini dana untuk membiayai kegiatan khusus di daerah yang sesuai dengan prioritas nasional. Perlu diingat, tidak semua daerah dapat DAK di dalam APBD. Namanya aja DAK, hanya untuk daerah yang sangat miskin sekali, seperti NTT, (atau) NTB.
      Pajak di setiap daerah itu pertama masuk ke kanwil pajak. Kanwil pajak ini ada di setiap daerah (provinsi, kabupaten, kota). Jenis pajak-pajak ini contohnya seperti PPh, PPn, dan PBB. Setelah dipungut oleh kanwil pajak, disetor lah uangnya ke pusat, dengan Dirjen Pajak sebagai pemungutnya. Uang2 hasil pajak dari daerah ini masuk ke dalam kas negara. Barulah setelah dikumpulkan di pusat, disebarkan ke seluruh daerah berupa DAU dan DAK.
      Jadi inilah yang saya maksud dengan tulisan saya di atas. Secara tidak langsung, mungkin akan mempengaruhi jumlah pendapatan negara kalau banyak sekali orang yang gak bayar pajak. Jika kas negara kurang, bagaimana mau membiayai daerah2 yang miskin? Masa’ dari pinjaman luar negeri lagi? 😐

      Untuk poin #4:

      Daerah miskin ini sudah saya jelaskan di atas kan, mereka ini yang mendapat jatah DAK.
      Untuk infrastruktur negara, memang sudah tugasnya Departemen Pekerjaan Umum Pusat untuk memelihara dan membangunnya. Contoh infrastruktur negara ini seperti jalan dan pengairan. Sungai-sungai yang besar, yang lintas provinsi (sungai Musi, sungai Solo), dikelola oleh negara. Memang untuk beberapa kasus diserahkan pengelolaannya ke Dinas PU daerah, tapi tetap biaya dari pusat.
      Yang saya katakan di sini adalah dalam konteks pajak, kewajiban pemerintah, bukan dari konteks apa yang bisa masyarakat lakukan. Jadi saya rasa opini Ahmed kurang cocok di sini. Bagus sih, saya rasa kurang cocok aja.

      Makasih lho info2 mengenai modus penggelapan pajak dan istilah yang kurang tepat di atas. 🙂
      Nice.

      Reply

  13. Wah bener tuh mas asop, pajak harus tetap dibayar. dengan catatan sistemnya harus bener dong mulai dari bawah sampai ke atas. Tapi zakat saya rasa lebih efektif.

    Reply

  14. Hebat goda-gado…Hebat mas Asop

    Saya hanya mau menantang setiap pribadi untuk berusaha menjadi pengaruh menghilangkan budaya korupsi di sekitar kita..

    Saya sendiri sulit sekali menerapkan itu, kemarin habis dari luar kota, ada uang perjalanan dinas, saya tidak displin mencatat pengeluaran, akhirnya saya reka-reka..Hasilnya tetap selisih dengan aslinya, meski tidak bermaksud korup tapi ini salah satu bibit korup loh…

    Dari pajak kok ke korup sih saya?????

    hwewhwe

    Salam Romailprincipe

    Reply

  15. wah…masih hot juga rupanya berita tentang ‘Pajak’ :mrgreen:

    menurut sya pribadi kaya nya asik ya kalo sampe benar-benar terjadi dengan membayar pajak pake ketawa haha..hihi *di pentung DIRJEN PAJAK* sebetulnya ini bukan merupakan ‘barang baru’ namun yang membuat menariknya adalah, selalu ada saja ringkasan masa lalu dan bisa lebih wah lho :mrgreen:

    salam hangat

    Reply

  16. katanya pendapatan terbesar negeri ini dari sektor pajak ya…
    gak kebayang aja kalo rakyat kompak gak bayar pajak, bisa bangkrut nih negara
    tapi hendaknya kasus gayus itu dijadikan pelajaran bagi mereka, sudah kaya dengan jalan halal, mengapa masih mau mencuri uang rakyat?

    Reply

  17. wao. aku speechless! :))

    bicara soal pajak, sop? aku mundur selangkah dua langkah deh. diberikan pada yang ahli sahaja. hehehe.

    tapi pengen ngopi-ni juga si. :p
    setuju sama asopii kalo pajak dihapus sepenuhnya, penghasilan negara yang selama ini didominasi dari pajak (sekitar 80%an malah?) pasti bakal berkurang gila2an, soalnya negara indonesia belum bisa menjadi negara yang mempunyai sektor tertentu yang bisa menciptakan penghasilan lebih tinggi dari yang bisa diperoleh dengan penarikan pajak. so, kalo aku sebenarnya masih go aja sama pajak, cuma masalahnya sebenarnya bukan cuma satu. selain pajak yang masuk ke kantong para tikus, ada juga permasalahan salah alokasi. kadang pajak itu malah digunain untuk yang ngga penting ato bisa diulur di waktu berikutnya.

    ..
    hahah, aku ngelantur lagi. mana ngelanturnya sudah sangat jelas dan umum pula. sori asopii. belakangan emang sering banget terjadi.. :p
    btw apa khabar ni? lama tak bersua. 😀

    Reply

    1. Haha.. Inipun aku ngemeng hanya dengan sedikit referensi dari ranah maya dan bahan kuliah kita dulu. 😀

      Yap, bener banget itu, Hanny. Cuman, aku ga tahu berapa prosentase penghasilan negara yang dari pajak. 😆

      Gapapa Hanny, melanturlah selama melantur belum dilarang. Aku emang jarang ke kampus, Hanny, ngendon di rumah. :mrgreen:

      Reply

  18. Rame neh 😀

    Penggelapan dana pajak oleh oknum aparat pajak, bukan berarti menjadi alasan berhenti membayar pajak. Tetep bayar pajak, dan awasi penggunaannya.

    Reply

  19. mmm… gimana ya???mau jadi warga negara yang baik saja deh
    kalau dikorup ya, serahin sama yang berwenang kalaupun mereka bisa lolos
    dari pengadilan dunia mereka ga bisa lolos dari pengadilan Tuhan kok…

    Kembali Kepolos (mario teguh mode ON) heuheu… 😀

    Reply

  20. Mau donk pajak dengan senyuman : tapi kalo pajak dibayar dengan senyum bisa” dibilang gila… semua senyum” sendiri kqkqkkqq…

    Asop QK ada award buat kmu.. diambil ya.. 😉

    HIDUP!!! ^_^

    Reply

  21. Klo dengan senyuman saja, bisa2 giginya kering dunkz senyum truzzzzzzzz… akakakak
    Kapan yach Om negeri kita bebas korup…. hihihihi

    Reply

  22. saya denger cerita dari orang jakarta.. katanya kondektur bis kota yang melintasi kantor pajak tuh sekarang teriaknya begini: “Gayus, Gayus, Gayus….”

    sampe segitunya ya 🙂

    Reply

  23. wahh,, kalo bayar pajak dengan senyum, seluruh warga negara pasti ikhlas bayarnya…

    andai senyuman dapat dibuat beli motor..

    Reply

  24. ya ini soal persepsi dan kepercayaan. pajak dan bea cukai itu masuk dua institusi yang kepercayaan masyarakatnya jelek. termasuk polisi dan kejaksaan. masyarakat kita sudah defisit kepercayaan karena perilaku mereka emang kadang kelewatan.

    Reply

  25. tau negara Dubai yang terkenal dengan minyak yang melimpah ruah?

    di sana tidak ada pajak untuk warga negaranya… karena saking kayanya pemerintah di sana dari minyaknya!

    Reply

    1. @Andrik: masalahnya,,, tahunya drmn ????
      survey??
      justru sy khawatir dg mereka..
      yg tadinya bagus dan shaleh malah jd bubrah..

      misal, jika menerima duit tambahan atas sesuatu yg mereka tdk ketahui asal muasalnya saja main mereka terima dg alasan “dikasih ya diterima”.

      huft….
      *prihatin saja

      Reply

  26. hari gini…
    masih korupsi???
    Apa kata gayus tambunan?

    huft…

    Jeleknya pemerintahan di Indo,,
    banyak tikus tikusnya yah bang asopusitimus

    Reply

  27. “Ini pukulan telak bagi MA, karena dari awal MA mengatakan tidak ada masalah (dalam kasus Gayus). Tidak ada pelanggaran dan tidak ada suap, tapi ternyata buktinya ada. Ini menunjukan praktek mafia hukum masih eksis sampai sekarang,” ujar peneliti hukum ICW Febri Diansyah di Kantor ICW, Kalibata, Jakarta Selatan, Minggu (18/4/2010).

    Febri menyatakan, klaim MA telah melakukan pembersihan terhadap mafia hukum, harus diuji lagi. “Kalau begini terkesan MA memberikan perlindungan terhadap pihak bermasalah dengan mengatakan tidak ada masalah,” katanya.

    Febri menyangsikan polisi dapat menyeret aktor utama kasus Gayus Tambunan. Hal ini disebabkan polisi merupakan bagian dari kasus Gayus.
    Selain itu kejaksaan tidak jelas dalam menanggani masalah ini.

    “Jalur konvensional seperti ini pasti akan gagal dalam kondisi yang kita sebut darurat mafia ini. Sebaiknya diserahkan ke KPK agar lebih baik,” katanya.

    Reply

Leave a reply to bluethunderheart Cancel reply