[Fiksi] Perkelahian Bebas

Pertarungan sengit. Sebenarnya, ini bukan pertarungan. Ini sebuah perkelahian.

Dua orang itu sudah bergelut sejak beberapa saat yang lalu. Seorang berkulit gelap, dan seorang lagi berkulit putih. Tak jelas apa penyebab perkelahian ini. Perkelahian memperebutkan sesuatu atau mempertaruhkan harga diri, siapa yang tahu? Tak ada seorangpun dari sekian puluh manusia yang mengelilingi mereka tahu apa penyebab pastinya. Sekumpulan manusia ini hanya senang melihat keributan. Bagi mereka, pertarungan dan kekerasan adalah hiburan. Bagi mereka, tak ada hiburan yang semenarik dua makhluk hidup mempertaruhkan nyawa dalam sebuah kekerasan.

Seorang yang berkulit putih, berbahu lebar dengan tinggi 176 sentimeter, sering dipanggil Anton oleh orang-orang sekitar. Mereka memanggilnya begitu, tak pasti apakah itu memang nama aslinya atau bukan. Anton, dengan tubuh rampingnya yang seperti prajurit zaman Perang Dunia ke-II, memiliki cukup banyak pengikut di tempat ini. Tak ada yang tak mengenal Anton. Meski dengan tinggi tubuh yang tak terlalu menonjol, kelicikannya sudah terkenal jauh lebih tinggi ketimbang tinggi tubuhnya. Ahli dalam berjudi dan tipu daya, jangan harap kau bisa menang taruhan darinya dengan cara jujur. Semua orang tahu itu.

Seorang lagi yang berkulit gelap, dengan tinggi tak jauh berbeda dengan Anton, adalah pendatang baru di tempat ini. Orang-orang memanggilnya Ireng. Kepala pelontos dengan raut wajah yang keras hasil tempaan kehidupan di luar sana, membuat banyak orang salah paham. Orang-orang mengira ia menantang berkelahi, padahal memang seperti itulah raut wajahnya. Dada bidang, lengan kekar, kulit kasar dan gelap, adalah bukti bahwa Ireng seorang pekerja lapangan. Normalnya, jika kau melihat tubuh Ireng, kau tak akan memilih bertarung melawannya. Itu adalah pilihan yang salah.

Gemuruh sorak sorai orang-orang di sekeliling mereka kian ramai. Hiburan yang jarang ada ini sungguh langka. Tak penting apa penyebab perkelahian, yang penting adalah suara gemeretak tulang patah dan bunyi tinju yang mengenai tubuh lawan.

Anton merangsek maju dengan kuda-kuda seperti tinju orthodox. Tendangan langsung dari depan yang dilakukan Ireng tak berhasil mengganggu pergerakan Anton. Anton terus merangsek maju dan melayangkan dua pukulan jab ke kepala Ireng. Satu pukulan mengenai tangan Ireng yang membuat gerakan menangkis, dan satu pukulan lain berhasil menembus pertahanannya, mengenai sedikit dagu Ireng. Kepala Ireng tersentak ke belakang, gabungan antara kaget dan dampak dari jab Anton. Melihat ini, Anton menambah jumlah pukulannya, menggabungkan antara jab, straight, dan hook yang terkoordinasi dengan baik.

Masih ada orang yang menyangka Anton tak menguasai ilmu beladiri. Setelah melihat pertarungan ini, mereka akan berubah pikiran. Keahlian tinju Anton tak bisa dianggap remeh. Pekerjaan kotornya sebagai bandar judi di tempat ini mengharuskannya menguasai ilmu bela diri untuk melindungi diri dari serangan orang-orang yang dibuatnya kalah, dan tinju adalah pilihan Anton. Beberapa orang percaya pada kabar burung yang mengatakan bahwa Anton pernah menghabisi lima orang yang mencegatnya di jalan setelah kalah judi. Ya, Anton meladeni mereka dengan tangan kosong.

Sepuluh pukulan yang dilayangkan Anton, empat berhasil mengenai bahu dan dada Ireng yang selalu bertahan. Bukannya Ireng tak biasa berkelahi, tapi Ireng sedang mencoba mencermati lawannya. Dunia gelap anak jalanan yang sempat dijalani Ireng berhasil mengasah kemampuan adu jotosnya. Ireng memang tak memiliki ilmu bela diri khusus seperti tinju milik Anton. Bela diri Ireng tak teratur, namun tetap menggabungkan antara pukulan dan tendangan. Orang lain akan mengira serangan-serangan Ireng serampangan, tapi itu adalah gaya bertarung Ireng yang sebenarnya.

Anton mulai berpikir bahwa ia menguasai keadaan. Ia melihat Ireng terus melindungi kepalanya dengan kedua lengan, dan bagian perut dibiarkan terbuka. Inilah kekurangan Anton, kesombongan. Anton mengira dirinya sudah di atas angin. Anton mengira ia tahu apa yang akan diperbuat Ireng.

Maka, Anton mengarahkan kepalan tangan kirinya ke perut kanan Ireng, sebuah pukulan melingkar seperti hook. Itu adalah sebuah jebakan. Seketika itu juga dengan tangan kanannya, Ireng menangkis pukulan Anton ke arah luar, dan tinju kiri Ireng melesat ke pipi kanan Anton —melewati lengan kanan Anton yang turun. Derak tulang terdengar nyaring, hampir mengalahkan keriuhan para penjahat yang mengelilingi dua orang tersebut. Anton terhuyung ke samping menjauhi Ireng.

Tubuh Anton membungkuk, kedua tangannya turun ke sisi tubuhnya, dan masih terhuyung. Ireng mendekatinya dan melayangkan tendangan penuh ke arah hidung Anton. Tulang kering Ireng menghajar hidung Anton dengan sempurna, sekali lagi derak tulang terdengar. Badan Anton tersentak ke belakang, darah segar muncrat ke udara.

Ketangguhan Anton teruji di sini. Dengan hidung yang patah dan rahang retak, ia masih bisa berdiri. Pandangannya masih baik, matanya masih memancarkan kebencian dan kekejaman yang mampu membuat anak kecil tak bisa tidur semalaman. Anton merasa kepalanya seperti ditusuk ratusan jarum. Sengatan rasa sakit di hidung dan rahangnya memukul-mukul pusat sarafnya. Darah membanjiri hidungnya, memaksa Anton bernafas melalui mulut.

Anton kembali memasang pose tinjunya. Kedua tangan sudah di depan tubuh. Namun, Ireng tak diam saja menunggu Anton pulih. Ireng menerjang maju dan merangkul leher Anton, menarik Anton ke arahnya sekaligus mengangkat satu lutut menuju badan Anton. Hantaman lutut Ireng menerjang pertahanan Anton yang belum siap. Hantaman pertama mengenai sela-sela lengan bawah Anton yang melindungi dadanya. Benturan yang keras membuat Anton menyingkirkan tangannya secara refleks, membuka badan Anton yang dengan senang hati dihantam kembali oleh Ireng. Hantaman lutut kedua mengenai rahang bawah Anton, menghasilkan bunyi yang tak mampu dibayangkan oleh puluhan penonton perkelahian ini.

Ireng melepaskan rangkulannya dan mundur beberapa langkah untuk melihat keadaan lawannya. Ireng bukan seorang yang suka berkelahi. Sebenarnya ia membenci perkelahian. Ia tak suka menyakiti orang lain, apalagi melihat orang lain menderita. Keadaan yang dialaminya saat inipun bukan kemauannya. Ia dipaksa bertarung melawan Anton karena ia adalah orang baru di tempat ini. Sebuah peraturan tak tertulis bahwa orang baru harus dihajar oleh “senior” terlebih dahulu sebelum mulai bekerja. Dengan kebaikannya itu, Ireng merasa tak bisa menghabisi lawannya yang tak berdaya saat ini.

Anton membungkuk, terjatuh dengan satu lutut menyentuh tanah. Ia meludahkan darah dari mulutnya.

Ini sebuah penghinaan, pikir Anton. Ia belum pernah kalah dalam pertarungan melawan orang baru, selama ini. Anton sendiri tak menyangka Ireng begitu kuat, tak seperti orang-orang baru sebelum ini yang tampak begitu lemah. Bahkan Anton sering merasa bahwa orang-orang yang dilawannya sengaja mengalah. Mengingat hal itu ia merasa semakin terhina.

Tidak, Anton tidak mau kalah di sini. Harga dirinya tak bisa menerima kekalahan di depan orang-orang ini. Aku harus terus melawan, pikir Anton. Ia bangkit, kakinya bergetar, hampir terlihat seperti orang yang tak mampu menahan bobot badan sendiri. Kedua lengannya kembali membentuk pose bertarung, meski sudah tidak tampak sesigap di awal pertarungan.

Ireng menghela nafas. Ia tak tahu harus berbuat apa saat ini. Di satu sisi ia tak tega menghajar Anton lebih dari ini. Tetapi di sisi lain ia sadar, instingnya memberitahu jika ia tak menghabisi Anton di sini sekarang juga, suatu saat Anton-lah yang akan menghabisi dirinya. Kekejian dan kelicikan Anton sudah terkenal melampaui batas tempat ini. Ia harus membuat pilihan.

******

Nah, kira-kira, menurut narablog dan pembaca sekalian, apa yang harus dilakukan oleh Ireng? 😀

Err… saya ganti deh pertanyaannya, apa yang akan dilakukan oleh Ireng? Akankah ia menghabisi Anton, atau ia membiarkan Anton begitu saja? 😎

Dan menurut narablog sekalian, “tempat ini” yang menjadi latar belakang perkelahian di atas itu dimana ya? Tempat apakah itu? :mrgreen:

Beginilah imajinasi seseorang yang bermimpi kembali belajar karate…

———————————————————————————————————————————————————————

Gambar saya ambil dari sini, sini, sini, dan sini. Seluruh terbitan ini beserta gambar-gambarnya sangat dilindungi oleh hak cipta, jadi sertakan alamat tautan dan nama pemilik blog jika ingin menggunakan sebagian ataupun seluruh bagian terbitan ini.

137 Comments

  1. dibiarin aja. soalnya kesian uda kalah, dibunuh lagi.
    tempatnya kayak di daerah bar minuman gitu *keingetan film Red Heat* 😀

    Reply

      1. filmnya Arnold Swa… alah susah nyebutinnya, pokoknya yg aktornya sama sadisnya kayak Syverster Stalon.
        film lama lo itu, tentang seorang anggota Tentara Soviet yang mencari buronan ke Amerika, dan ketemu sama Polisi Amerika. Ceritanya sih seru2 aja, paling lucunya bagian klo si polisi sama si tentara tu debat strategi 🙂

        Reply

  2. Hoho. Rupa-rupanya bisa mengarang kisah juga nih, Bung.

    Si Ireng mah mending pulang aja, bakar sate. Terus makannya di bale-bale. Ngapain juga pake berantem. Berantem mah cuman bisa bikin berem, kagak bisa bikin kenyang. Iye kagak, Reng? 😀

    Reply

  3. Er…..Pilihan yang sangat sulit. Lebih baik tidak membalas, karena kekerasan tidak dilawan dengan kekerasan pula. Setting tempatnya di mana ya?

    Reply

    1. Lho justru itu saya pengen nanya pendapat Mas Arqu, ini kira2 di mana ya, latar belakang tempatnya? 😀
      Saya ga tahu… :mrgreen:

      Reply

      1. Coba berimajinasi, kalau menurut ceritanya, cocoknya apa latar belakang cerita ini. 🙂

        Narablog lain ada yang bisa coba ngasih tempat lho. 😀

        Reply

  4. Kayaknya sih dibiarin aja ya, biar ceritanya jadi ada sekuel-nya dan jadi makin seru kelanjutannya, wuakakakaka 😆 😆 😆

    Kalau “tempat ini”, aku kok membayangkannya seperti di dalam sebuah tempat berkumpulnya suatu perkumpulan fighting club gitu ya. Bisa semacam sasana (tapi kurang ‘keren’ dan ‘brutal’ ah kalau sasana), bisa juga di gedung bekas gudang yang ditinggalkan gitu, huahaha 😆 .

    Reply

  5. jadi inget film fight club… 😎
    kayaknya sih dibiarin aja sama ireng. lokasinya aku malah lebih suka bayanginnya di tempat terbuka yang bersalju di malam hari, di pinggir hutan.
    tiba-tiba muncul prof. dumbledore…. “silence…!” *sambil menyipitkan mata* “what we have here?”
    “Serbooo..!” dumbledore dikeroyok. 😯

    Reply

    1. Nah, saya belom nonton “Fight Club”. 😦

      Dan itu adalah imajinasi yang luar biasa… 😆

      Luar biasa berlebihan. 😆

      Reply

  6. kalo jadi ireng, anton akan saya jadikan anak buah, kalau masih melawan tak kitik-kitik sama garpu jerami…wkwkkkk…
    dan sepertinya tempat yang menjadi latar belakangnya adalah halte tugu tani… xixiixii

    Reply

  7. saya paling takut gan melihat orang yg berkelahi ….
    kalau melihat orang yg berkelahi saya klangsung kabuuuuuuuuuuuuur aja gan …. 😦

    Reply

  8. Rasa-rasa ngeliat UFC di youtube. Hhahah. Ngeri emang om. Liat wajah udah bonyol gitu, darah muncrat sana sini, berdiri udah sempoyongan, tapi semangat buat bunuh lawannya masih ada.. Hhaha..

    Reply

  9. hmm.. mungkin jangan dihabisi. cukup dibuat terluka parah sehingga Anton tidak lagi2 menghabisi orang. dibuat jera gitu deh.

    Reply

  10. waah.. akhir2 ini asop jadi sering bikin fiksi yaa..
    menurutku karena ireng baik hatinya,. pasti ga dihabisin itu antonnya..

    oia sop, sayang gambar pendukungnya kedua petarung berkulit putih..

    Reply

    1. Saya gak mau kalah dengan narablog lain yang sering bikin fiksi. 😀

      Hehe, iya maap, itu juga saya sembarangan masang gambarnya… :mrgreen:

      Reply

  11. Mas Asop, kalau ada gambar berdarah-darah gitu, blog-nya harus ditandai sebagai blog dengan konten dewasa (mature) lho – karena ada unsur kekerasan (violence), biar nanti pengguna WordPress mendapatkan peringatan sebelum masuk blog ini :D.

    Reply

        1. Hehehe iya sih, tapi persepsi orang beda-beda.. 😀 Hanya dengan melihat “Konten Dewasa” saja orang akan langsung mikir ke porno… :mrgreen: *setidaknya saya sendiri berpikir begitu* :mrgreen:

          Reply

  12. saya kayak lagi nonton pilem, huahaha. wuah jadi pilih “open plot” gitu ya bang sop? 🙂

    “ireng nggak ngelanjutn pertarungan nya en’ ngebiarin anton dengan kesombongannya” (eaaa) haha

    Reply

  13. He3….membacanya baru setengah, jadi belum bisa memberi jawaban Kang Asop. Mudah2an nanti bisa dilanjutkan lagi 🙂

    Reply

  14. Wah, daku ngga mau njawab, secara daku tidak suka kekerasan. Menonton sih kadang kalau ada film bagus, tapi secara keseluruhan sadar kalau kekerasan itu tidak baik. Jadi daku tidak berusaha menjawabnya.

    Eh, ini juga merupakan jawaban ya?
    *errg*

    Reply

  15. kalau aku sih sparing gak kan sampai berdarah – darah gitu. ketendang dikit aja pas sparing di taekwondo langusung kaburr..apalagi ini si anton. kalau jadi ireng, ya biarin aja lah kasian 😛

    Reply

  16. Sop, katanya Ireng itu lebih gelap warna kulitnya tapi kok fotonya ndak gitu? Hehehe…

    Ini kelanjutan cerita versiku:
    Tiba-tiba di saat mereka sedang berkelahi, ada seorang ibu tua mendatangi mereka dan berteriak, “STOP, kalian anakku”. WOW! Ternyata mereka adik kakak beda ayah!

    Haahhaaha…sinetron abis. Baiklah, aku merusak ceritamu yang udah bagus ini. Ampuuun 😀

    Reply

  17. lokasinya dipasar sop.. dan seharusnya si ireng menghabisi anton saja.. maksudnya ya sampai anton tdk berkutik saja gt.. biar tdk kelamaan :p

    Reply

  18. ada film bagus bang judulnya Holyland, film jepang gitu, ceritanya bagus..
    Mirip sama yang diatas, seorang remaja yang selalu diejek-ejek sama temannya, dan ternyata ditengah malam ia sangat hebat dalam berkelahi..

    #ga nyambung:)

    Reply

  19. kalo dalam kondisi seperti ini, bisa gak sih kalo Ireng membiarkan aja si Anton, dengan pikiran: “Biar Tuhan yg bales…” ?

    Reply

  20. Ini cerita apaan sih Soooop?

    mbok yah bikin cerita drama romantis yang hepi ending gitu lho…

    cewek miskin ketemu cowok kayak selengean…
    trus cowok nya sadar dan bertransformasi jadi prince charming…
    seru kaaaan…

    Reply

  21. kayaknya Ireng ngasih kesadaran ke Anton dikit lagi, bukan dihabisi, tapi justru pengakuan dr “anak buah” si Anton, tempatnya sepertinya di “arena” mentest anak baru di kawasan penguasa pastinya :D.

    Reply

    1. Hehe, saya juga cinta damai. 😆

      Makanya, mari berharap, semoga pertengkaran ini hanya terjadi di imajinasi saya. 😀

      Reply

  22. setelah diusut-urut ternyata penyebab perkelahian tak lain dan tak bukan adalah adanya kecemburuan warna kulit.. *lotion pemutihnya dihabisin Anton semuuuua* 😀

    Reply

  23. dibiarin aja, tapi ireng sambil berdakwah kalau kekerasan bukan untuk solusi segalanya, perkelahian dapat disalurkan menjadi olahraga sambil ireng menyebarkan pamflet yang berisikan: kalau ingin menang pertandingan silakan masuk ke gym saya, 3 bulan pertama free.

    Reply

  24. kalo saya jadi wasitnya, saya akan menyuruh ireng dan anton untuk berhenti bermain, karena sudah saatnya pensiun dini melakukan kekerasan, termasuk saya pensiun dini menjadi wasit. 😀

    Reply

  25. Latar ceritanya di penjara settingan tahun2 lama,biasanya banyak terjadi di cerita film2 barat,orang baru yang dianggap memiliki dominasi dan sikap adaptasi harus diperlakukan rendah terlebih dahulu agar tak berani macam-macam kepada sang senior.

    Ireng sebaiknya membiarkan saja lawannya yang sudah kalah telak dan mencari teman-teman baru dilingkungan tersebut,dengan kemenangan si anak baru sudah pastinya akan banyak yang mengenal sosoknya.Atau mungkin pilihan yang lebih bijak menjabat tangan Anton ketika waktunya penghabisan,walau ada kemungkinan menolak karena egonya setidaknya akan ada tontonan siapa yang lebih fair di pertarungan kali ini.

    Reply

  26. Kalau jadi Ireng, saya bunuh si Anton, saya mutilasi, saya giling dagingnya, saya buat sozis, saya kasih ke kucing saya… Hahahahaha! #sadis

    Reply

  27. wah, bang asop. gue boleh gak iseng iseng promosi blog.
    sekarang gue handle blog simpleplanid.wordpress.com
    fanbase band simple plan indonesia.

    inget gue kagak, @dhimasukin hehehe.
    mampir mampir yah.

    Reply

  28. Kalo jadi Ireng sih aku diem aja dulu…
    Anggap selesai pertarungan dan duduk minum di depan bar *ceritanya misalnya di bar ya 😀
    Nah misal kita lagi duduk Anton melayangkan pukulan lagi baru deh kita kasih jab pukulan terakhir hehehe…
    *btw kok foto2nya kayaknya aku pernah liat ya… Itu kayaknya film apa gitu… lupa namanya

    Reply

    1. Nah, latar belakangnya di bar ya? Hmmmm boleh deh, silakan. 😀

      Hmmm maap saya gak tahu itu dari film apa, saya cuma asal nyomot. 🙂

      Reply

  29. kok baca diatas dhe mendadai jadi inget ama si botak kerennya dhe ya sop.. fast five.. pas akang Vin Diesel beradu ama The Rock (lupa namanya, cuma inget The Rock 😀 ).. kan pas tuh, satu kulit putih satunya kulit hitam #maksa

    Reply

Leave a reply to Asop Cancel reply