Tentang Hobi Saya: Filateli

Sudah lama nggak bicara soal hobi saya. Bicara soal hobi, saya punya banyak hobi. Saking banyaknya kayaknya nggak ada yang fokus. 😆 Kalau didaftar satu per satu, hobi atau hal yang saya sukai adalah:

  1. membaca buku (novel dan komik),
  2. mendengarkan musik EDM (electronic dance music),
  3. mengoleksi benfil (benda filateli),   ⇒ ini yang mau saya bahas di posting-an kali ini
  4. bermain Lego,
  5. mengoleksi diecast mobil-mobilan,
  6. memeliharan kura-kura dan ikan, dan
  7. memelihara kaktus. 😆

Tuh lihat, ada tujuh hal yang saya sukai dan saya kerjakan hingga kini. Semuanya membutuhkan duit banyak dan bikin dompet meringis. 😆 Tapi nggak apa-apa. Asalkan kita bisa mengelola keuangan dan bisa menentukan fokus koleksi kita, semua hobi ini bukan hambatan. 🙂

Kata seorang teman sesama kolektor prangko, Pak Agus namanya, beliau mengatakan bahwa hobi itu harus fun dan bisa dinikmati. Lalu kata seorang kawan kolektor diecast Hot Wheels, Kang Leo, setiap kali melihat koleksi diecast-nya dia merasa senang dan adem. Kalau kata sepupu saya, Mas Ari, koleksi diecast dan Lego-nya saat ini merupakan pelampiasannya, karena dulu waktu dia kecil dia tidak memiliki banyak mainan. Kata sepupu saya yang lain—yang juga gemar mengoleksi Hot Wheels, Mas Reza, koleksi diecast-nya bisa menjadi bahan investasi. Kalau dirawat dengan baik dan tidak rusak, mungkin suatu hari nanti ketika diperlukan, diecast-nya bisa dijual kembali dengan harga yang sama atau bahkan lebih dari saat membeli dulu.

Yah, begitulah potret orang-orang yang memiliki hobi dan mereka amat menikmati apa yang mereka lakukan. 😀

Sebelum itu, ada beberapa istilah mengenai filateli

Berikut saya kasih ya beberapa istilah penting dalam dunia filateli. 🙂

  1. Filateli: Saat ini, filateli adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan sejarah pos, prangko, dan benda per-pos-an lainnya. Filateli nggak hanya berhubungan dengan kegiatan mengoleksi prangko, tetapi juga mengenai studi sejarah di balik prangko tersebut. Kata ini sejarahnya berasal dari bahasa Yunani, philos yang artinya “teman”, dan ateleia yang berarti “pembebasan”. Bahasa inggrisnya adalah philately. Menurut Soerjono dan Sinaulan (1994) pada bukunya, prangko berfungsi sebagai bukti bahwa sebuah kiriman surat sudah dibebaskan dari biaya yang harus dikeluarkan oleh penerima surat. Jadi istilahnya, prangko menandakan bahwa bea sudah lunas dibayar oleh pengirim, sehingga penerima tinggal menerima aja (Soalnya, dulu itu sistemnya yang membayar ongkos surat adalah si penerima). Disitulah makna “pembebasan” itu ada. Kemudian, dengan kegiatan mengumpulkan prangko, kita bisa membina pertemanan atau relasi. Inilah makna “teman” tadi. Jadi deh istilah “filateli”. Istilah ini katanya sih dipergunakan pertama kali oleh seorang Perancis bernama Herpin.1
  2. Benfil: Kependekan dari “benda filateli”, maksudnya benda apapun yang berhubungan dengan filateli. Mulai dari amplop, prangko, SHP, kartu pos, kartu maksimum, minisheet, dan fullsheet.
  3. Filatelis: Istilah untuk orang yang ahli dalam bidang filateli. Jadi, seorang filatelis TIDAK HARUS memiliki koleksi prangko atau benda filateli, karena dia pantas disebut sebagai FILATELIS bila ia ahli dalam bidang filateli, yaitu sejarah pos, prangko, dan benda per-pos-an lainnya. Seorang filatelis belum tentu seorang kolektor prangko, dan seorang kolektor prangko juga belum tentu seorang filatelis. 😀 Tapi memang belakangan ini harus diakui bahwa istilah filatelis sering digunakan untuk orang yang mengoleksi prangko. Saya sih nggak setuju, karena dari segi tata bahasa, mau bagaimanapun tetap bahwa filatelis adalah orang yang ahli filateli. Kalau ilmu mengenai filateli nggak dalam, ya nggak bisa disebut filatelis. Saya sendiri mengakui bahwa saya bukan seorang filatelis. Saya adalah penggemar prangko. Saya mengoleksinya semata-mata karena saya mengagumi keindahan prangko dan sejarah di belakangnya. Itu saja. 🙂

Hobi Mengoleksi Prangko

20151124212820

Ini album saya dulu waktu baru memulai kembali hobi ini. Seadanya… hahaha

Kesukaan saya mengoleksi prangko (yang benar adalah prangko, bukan “perangko”, karena disadur dari bahasa Perancis-nya prangko yaitu franco) sebenarnya sudah dimulai sejak saya SD. Dulu saya tidak sengaja melihat dan membaca buku tentang filateli jadul milik orang tua saya (tetapi orang tua saya sama sekali tidak hobi filateli). Diri saya yang masih imut terpana melihat keindahan gambar-gambar di permukaan prangko. Saya mengagumi gambar-gambar di prangko selayaknya orang lain menikmati keindahan lukisan dinding. Semenjak itulah, saya yang masih kecil memulai usaha saya mengumpulkan prangko. :mrgreen:

Saat itu saya dengan polosnya mengutarakan keinginan saya mengoleksi prangko kepada ibu. Beliau kaget, dan mungkin berpikir apakah mainan dan komik segitu banyak masih kurang buat saya. 😆 😆 Semenjak keinginan yang saya utarakan itulah, ibu dan ayah saya jadi sering membawakan amplop bekas setiap kali mereka pulang dari kantor. Waktu itu tahun 1990-an akhir dan 2000-an awal, sehingga surat menyurat masih jadi hal lumrah. Untuk mendapatkan amplop bekas yang ber-prangko lumayan mudah saat itu (dari pandangan saya sebagai anak kecil). Saya senang bukan kepalang bisa mendapatkan amplop bekas banyak sekali dari orang tua saya. Semuanya ber-prangko. Ada amplop bekas surat pribadi, ada amplop bekas urusan pekerjaan, dan bahkan ada amplop bekas kiriman ucapan selamat tahun baru. 😀 Saya yang waktu itu nggak mau tahu dari mana orang tua saya mendapatkan itu semua. Pokoke arek cilik mbiyen ngertine yo seneng thok lek dike’i benda sing dikarepke. 😆

Bagi saya waktu itu, memiliki prangko yang sama lebih dari satu tidak masalah. Bagi saya asalkan memiliki prangko saja sudah cukup. Ketika itu, sebagian besar amplop tersebut saya biarkan apa adanya. Saya simpan seperti biasa. Tidak saya gunting atau coba lepaskan prangkonya. Sebagian yang lain, dengan dibantu ibu saya, saya coba lepaskan dari kertas amplop. Dari mana saya bisa tahu caranya? Dari buku yang saya baca itu tadi. :mrgreen:

Gimana cara kamu melepaskan prangko dari kertasnya, Sop?

Jadi caranya itu saya gunting dulu amplopnya hingga menyisakan sedikit kertas di sekitar prangko. Setelah itu siapkan air di mangkok, dan masukkan kertas berprangko tadi ke air. Celupkan saja, tidak usah usah dipaksa benamkan. Celupkan dengan posisi prangko di bawah. biarkan sepuluh menit. Jangan terlalu lama. Lalu, ambil dengan pinset, ambil pelan-pelan supaya pinsetnya nggak merusak prangko. Nah, saat inilah kita bisa geser-geser prangko-nya, dan cobalah pisahkan prangko dan kertasnya. Seharusnya sih sudah bisa terpisah. :mrgreen: Setelah prangkonya terlepas, segera taruh di atas handuk supaya air segera terserap (boleh apapun yang menyerap air selain handuk asalkan jangan tisu biasa. Paper towel boleh). Sudah deh, selesai. Keringkannya diangin-anginkan saja, jangan ditaruh langsung kena matahari. Cuaca dan suhu ekstrem bisa mempercepat memudarnya warna prangko.  😐

20151124212920

Inilah album yang saya gunakan saat ini, ketika koleksi bertambah. Supaya murah, saya menggunakan bantex saja.

Kembali ke masa kecil…

Kembali ke masa kecil saya dahulu kala, orang tua saya kemudian membelikan saya album prangko yang berukuran kecil. Mereka memberikan saya dan adik saya album prangko masing-masing satu. Sebenarnya adik saya nggak suka prangko, tetapi namanya anak-anak, suka menginginkan sesuatu yang dimiliki sama saudaranya. 😆 Orang tua saya berpikir, daripada dua anak mereka ribut rebutan, mending dibelikan satu untuk masing-masing. 😀

Mulai dari situlah, saya mulai membeli prangko baru, bukan hanya dari amplop bekas. Saya lupa dimana tepatnya saya dulu membeli prangko. Saya lupa di kantor pos Surabaya cabang mana. Tetapi yang pasti terkadang saya ikut ketika ayah saya membeli prangko, walaupun lebih seringnya beliau yang membelikan seraya pulang dari kantor.

Tidak hanya dari orang tua saja, saya dulu dapat cukup banyak prangko dari budhe saya di Australia. 😀 Ibu saya bercerita pada kakaknya yang ada di Australia, bahwa saya suka prangko. Budhe saya itu dengan cepat mendukung hobi saya. Beliau mengirimkan banyak prangko dan amplop bekas ke Indonesia. Tentu saja saya senang sekali, bisa dapat prangko asal Australia. :mrgreen:

Prangko-prangko baru tersebut saya masukkan, saya susun sedemikian rupa supaya rapih di dalam amlop tersebut. Ada yang ukurannya muat di dalam sana, ada yang ukurannya panjang sehingga saya biarkan di plastiknya (nggak saya masukkan ke dalam album). Tetapi namanya juga anak-anak, dulu yang saya pikirkan adalah bagaimana agar SEMUA prangko itu cukup masuk ke dalam. Jadi, ada beberapa prangko satu set (fullsheet dan minisheet istilahnya, untuk prangko yang dicetak gabung, hanya dipisahkan oleh lubang-lubang perforasi) yang saya pisahkan satu per satu dan saya masukkan satu-satu ke dalam album. 😆 Padahal sesungguhnya yang namanya minisheet atau fullsheet itu tidak sepantasnya dipisahkan. Nilainya akan lebih tinggi bila tetap dalam keadaan mint atau segar seperti baru. Saya sendiri saat ini meringis kalo mengingat hal itu. Hahaha~~~

20151124212947

Salah satu prangko fullsheet yang saya punya, edisi pakaian adat nusantara. Saya lupa itu keluaran tahun berapa…

Tetapi hobi itu tidak bertahan lama…

Amat disayangkan, namanya anak-anak, kalau tidak dibimbing oleh orang dewasa, fokusnya akan berubah-ubah. Itulah saya. Mungkin karena ada banyak godaan dari hal lain, seperti buku, komik, game, dan mainan, lama kelamaan saya mulai melupakan prangko. Orang tua saya juga sama sekali tidak memiliki ketertarikan pada prangko, sehingga mau bagaimana cara mereka membimbing saya? 😆

Memasuki SMP saya melupakannya sama sekali. Teruuuuuus saja sampai SMA dan kuliah S1. Koleksi prangko saya selama itu disimpan oleh orang tua saya entah dimana. Saya benar-benar lupa bahkan sampai saat ini. Terakhir kali saya melihatnya adalah saat saya masih SMA di Surabaya.

Sampailah akhirnya tahun ini, karena suatu musibah, semua koleksi prangko saya itu hilang dan musnah. Sudah dikonfirmasi oleh orang tua saya bahwa koleksi saya sudah nggak ada lagi. 😎 Saya pun baru merasa kehilangan setelah tahu kabar itu. Memang benar kata orang ya, kita baru menyadari betapa pentingnya sesuatu (atau seseorang) saat sesuatu (atau seseorang) itu sudah nggak ada. 😦

Dan sayapun ingin memulai kembali hobi lama itu…

Semenjak itulah, saya mulai bertekad kembali bulan Mei tahun ini, saya ingin kembali menikmati keindahan prangko. 😀  Saat itu saya hanya memanfaatkan album dari map plastik biasa (tuh saya kasih fotonya). Saya mulai membaca kembali beragam informasi di ranah maya mengenai prangko, filateli, dan sejarahnya. Kemudian saya mulai aktif memasuki beberapa grup kolektor prangko di facebook. Itu amat membantu saya. Dari sana saya mendapatkan banyak kenalan baru, kawan baru, dan tentunya koleksi baru. Ada banyak sekali orang yang menawarkan prangkonya dengan harga yang pantas (sesuai dengan katalog) sesuai dengan kualitas prangkonya. Nggak ketinggalan ada juga beragam lelang benfil. Kalau beruntung, kita bisa mendapatkan banyak benfil dengan setengah harga. :mrgreen:

Apa tema prangko kesukaanmu, Sop?

Sejak kecil saya sukanya prangko bertema fauna dan flora. Untuk saat ini, saya pengen banget prangko bertema reptil, terutama kura-kura. 😀

Berikut saya sertakan foto-foto beberapa koleksi saya saat ini. 🙂

20151124213017

Ini yang namanya Sampul Hari Pertama (SHP) atau First Day Cover. Bentuknya amplop bergambar tema tertentu, lalu ada beberapa prangko yang tertempel dengan tema yang sama. Prangko-prangko tersebut dicap dengan tanggal penerbitan pertama kali dan lokasi penerbitannya.

20151124213047

Tuh, saya suka sekali prangko bertema hewan. Kalau ada yang punya prangko reptil kasih buat saya aja ya. Hehehe.

20151124213120

Ini yang namanya Maximum Card atau Kartu Maksimum. Ini sebenarnya bisa kita buat sendiri. MaxiCard adalah kartu pos bergambar, lalu ditempeli prangko dengan gambar tema yang sama (gambarnya tidak harus sama, asalkan temanya sama), dan diberi cap oleh kantor pos penerbit. Harga dan nilainya akan lebih tinggi bila tanggal dan lokasi capnya sama atau berhubungan dengan cerita/tema kartu pos-nya.

20151124213142

Ini koleksi saya yang lain, beragam bentuk, tema, dan kualitas. Ada yang masih mint (masih baru belum dipakai sama sekali), ada yang bekas (terlihat dari jejak cap stempel). Kalau di foto ini, isinya orang terkenal dan tokoh penting. Tuh ada prangko segilima-nya Pak SBY.

Ini beberapa foto prangko saya dari Instagram

https://www.instagram.com/p/-WhA8zHBe-/?taken-by=asopusitemus

https://www.instagram.com/p/-QHAONnBVW/?taken-by=asopusitemus

https://www.instagram.com/p/-GT7NpnBVo/?taken-by=asopusitemus

https://www.instagram.com/p/98DpZ6nBQ-/?taken-by=asopusitemus

 

Nah, sebagai penutup nih, ada sebuah kutipan bijak dari seorang kolektor

Seperti yang tadi di awal saya katakan, bahwa fokus di satu tema itu fungsinya adalah supaya uang yang kita miliki tidak kabur kemana-mana. Jadi, supaya kita punya tujuan. Kira-kira sama lah dengan tujuan hidup. :mrgreen: ‘Kan enak kalo kita punya tujuan hidup yang jelas. Kita tahu benar mau kemana, mau jadi apa, dan apa yang akan kita lakukan. Nah, sama dengan fokus tema di hobi ini. Kalau saya, fokusnya sekarang di tema flora dan fauna dari negara manapun. Dan juga saya lagi mengumpulkan berbagai SHP Indonesia yang lawas-lawas, yang kertas amplopnya sudah mulai menguning itu. Di balik kertasnya yang menguning, ada banyak sejarah di balik terbitnya SHP dan prangko itu. Sayang kalau dilewatkan. Saya nanti bisa mengajari anak saya mengenai sejarah dari koleksi prangko saya. 🙂

Seperti kata teman saya di awal, seorang kolektor kawakan, Pak Agus Kartayadi, beliau berkata bahwa yang terpenting dalam ber-filateli adalah FUN atau kesenangan. Atau kenikmatan lah sinonimnya yang lebih pas. :mrgreen: Memiliki hobi itu harus bikin senang dan menyenangkan, jangan malah menyusahkan dan jadi beban pikiran. 🙂

Beliau menambahkan bahwa nggak masalah punya koleksi yang dobel atau lebih dari satu. Kalau dibutuhkan, dobelannya bisa dijual dan hasil pendapatannya bisa digunakan untuk membeli koleksi prangko baru. Kalau nggak laku bagaimana? Ya disimpan saja. Nggak masalah. ‘Kan nggak basi. Yang penting hepi. 😀

Pak Agus juga menekankan (ini nih yang paling penting) bahwa sebanyak apapun koleksi prangko milik orang lain, tetap koleksi kitalah yang terbaik. Ini juga berguna lho buat hobi yang lain, tak hanya untuk prangko saja. 😀  Sederhananya—kata beliau—adalah apa gunanya mobil mewah kita gunakan kalau itu milik orang lain. Bukankah lebih baik mobil butut tapi milik kita sendiri, hasil jerih payah kita sendiri? Ya ‘kan? 😀

Sebagus apapun yang dimiliki orang lain, tetap punya orang lain. Sebaliknya, sejelek apapun punya kita, tetap punya kita. Kita jadi punya kebanggaan atas apa yang kita miliki dan tetap bersyukur atas apa yang telah Tuhan berikan pada kita. 🙂

Terakhir, Pak Agus bilang, bahwa di dunia filateli tak ada yang jelek. Tak ada koleksi yang jelek. Semuanya indah. Bahkan prangko yang used atau bekas pun kalau kita jaga dan rawat dengan baik tentu punya nilai tersendiri. 🙂 Ada lho orang yang fokus mengoleksi prangko atau kartu pos yang ber-cap pos. 😀

***

Jadi, kalau narablog sekalian mau menyumbangkan prangko atau benfil lain kepada saya, apapun itu, saya akan menerimanya. Dengan senang hati. :mrgreen:

Bagaimana dengan narablog sekalian mengenai hobi ini? Adakah dari kalian yang suka sama prangko juga? Atau kalau nggak, apa sih hobi kalian? Jangan-jangan sama kayak tujuh hobi saya di atas. 😀

************

Referensi:

1Soerjono, dan Berthold D. Sinaulan. 1994. Mengenal Seluk Beluk Filateli. Jakarta: Pengurus Pusat Perkumpulan Filatelis Indonesia.

Pranala tambahan:

  1. http://christiesuharto.blogspot.co.id/2012/06/siapa-bilang-filateli-adalah-sebuah.html
  2. http://christiesuharto.blogspot.com/2014/09/siapa-bilang-anak-anak-tidak-tertarik.html
  3. http://christiesuharto.blogspot.com/2014/08/perburuan-itu-dimulai-dunia-filateli.html

———————————————————————————————————————————————————————

Foto prangko di atas semua adalah hasil jepretan hape Asop. Seluruh terbitan ini sangat dilindungi oleh hak cipta, jadi sertakan alamat tautan dan nama pemilik blog jika ingin menggunakan sebagian ataupun seluruh bagian terbitan ini.

76 Comments

  1. Jadi ingat jaman dulu, pas saya masih tk gitu. Sok ikut-ikutan punya hobi koleksi perangko, ngikutin kakak saya. Tapi karena gak ada modal. Isi album perangko saya dong sama semua! Isinya perangko bergambar mantan presiden Soeharto dalam berbagai warna 😀 😀

    Btw, ini saya pertamax ya?
    #nengokkanankiri

    Reply

    1. Iya, itu pake folder bantex. 🙂 Supaya enak aja nyimpennya dan bisa dengan mudah sewaktu2 kalo kita mau melihatnya. 🙂 Dan murah lagi. 😀

      Reply

  2. Koleksinya banyak dan bagus-bagus Mas, nanti kalau kita kopdaran suatu hari nanti dibawa dong, dan mohon diceritakan asal sejarahnya, saya dengarkan deh meski harus sampai berjam-jam :hehe. Suka dengan filosofi di balik hobi akan sesuatu–yang penting happy, jangan jadi membebani, apa pun hobinya dan berapa pun biaya yang dikeluarkan (meski memang mesti tetap realistis sih, makan harus diutamakan :haha). Terima kasih sudah berbagi ya Mas, saya dapat banyak pencerahan dari tulisan ini :hehe.

    Reply

    1. Waduh gawat nih saya mesti belajar dulu sebelum kopdaran sama Gara. Hhahahaha 😆

      Saya belajar banyak dari beliau. Pokoknya, semua hobi itu harusnya nggak membebani pikiran. Kalau membebani kantong itu masalah pintar2nya kita mengatur keuangan. Jangan rakus dan harus fokus. 🙂 Well, kecuali kalo kita kerutunannya Bakrie atau Pak Harto. :mrgreen:

      Reply

      1. Memangnya saya dosen penguji skripsi apa, mesti belajar dulu sebelum ketemu :haha.
        Sayangnya kita bukan keturunan keduanya sih, jadi yah… berbahagialah sebagai rakyat jelata :haha.

        Reply

  3. saya suka kutipan ini : “sebanyak apapun koleksi prangko milik orang lain, tetap koleksi kitalah yang terbaik” 😀

    Reply

  4. Asop kerennnn. Itu butuh ketelanenan yes? Dirawatnya pun harus benar-benar. Kalau tahu kamu koleksi perangko, tempo hari waktu liputan dan dikasih perangko aku ambil aja kasih buat Asop.

    Reply

    1. Merawatnya mudah sekali. Simpan di tempat kering jangan lembab. Dan jangan di suhu yang terlalu dingin atau terlalu panas. Jangan kena matahari langsung nanti warna cepat pudar. 🙂

      Wah nanti kalo ada prangko lagi kasih aku aja ya 😀

      Reply

  5. saya koleksi ginian pas dulu SD-SMP-SLTA, seneng aja ngumpulin benda2 asik gitu, tapi saya koleksi yg used, seneng kalo nemu perangko2 tua. beberapa kali nekat minta di Radio luar negeri, sekarang agak susah nemu yg bagus2, gak pernah surat2an lagi sih ehehe

    Reply

        1. Hahaha iya, bahkan orang berkirim surat atau dokumen ke kantor pos saja banyak yang enggan memakai prangko di amplopnya. Semua pada bayar pake uang seperti menggunakan jasa JNE atau Tiki. 😀

          Padahal prangko masih bisa digunakan sekarang, dan divisi Filateli PT. Pos Indonesia masih terus mencetak prangko baru sesuai dengan event dan tanggal2 penting di Indonesia. 🙂

          Reply

  6. Luar biasa, kang asop masih menyukai filateli. Padahal prangko sekarang sudah jarang dipakai, berkirim surat sudah jarang sekarang.

    Reply

    1. Walaupun udah jarang yang bersurat, tapi prangko masih terus diproduksi sampai sekarang. Unit filateli di pos masing2 negara tampaknya memegang andil cukup besar dari segi pemasukan. 🙂

      Reply

      1. Tapi emang semakin jarang menjadi semakin eksotis ya. Menulis surat dengan kertas kadang lebih mengena ketimbang menuliskannya di surat elektronik. Kadang lebih berkesan gitu 🙂

        Reply

        1. Betul sekali. Semua yang retro pasti terasa eksotis. 😀
          Contohnya sekarang yang lagi diburu adalah game boy jaman dulu yang gede, sama berbagai macam “gamebot” yang pake batere AA itu. 🙂

          Reply

  7. Duluuuu masih SD/SMP suka juga sih ngumpulin Perangko, meni asa hebat kalau sudah beralbum2 teh 😀
    Trs embuh kamana eta album2 tuh :((

    Hobi teteh mah masak, dr hobi jadi nambah uang jajan teteeeh…horeee..alhamdulillah…

    Reply

  8. baru mulai lagi koleksi tapi itu keliatannya udah cukup banyak
    beli SHP masih di kantor filateli Bandung Sop?
    jaman SMP aku sempat langganan ke situ dan sempat punya beberapa SHP dan coversheet Pramuka,
    sekarang sih udah nggak koleksi perangko lagi, makin susah dapatnya

    Reply

    1. Waaaaaaah Bu Mondaaaa udah lamaaa ga ke siniiii 😀 😀

      Banyak tapi masih sedikit. 😀
      Dan seperti kata rekan hobiis saya, koleksi kita sendiri tetap yang terbaik, karena merupakan hasil jerih payah kita dalam mengumpulkannya. 🙂

      Sekarang kantor filateli di Jl. Jakarta udah nggak ada Bun. Untuk penjualan pindah ke kantor pos besar di Jl. Asia Afrika. 🙂

      Masih ada prangkonya nggak Bun? Kalo ada buat saya aja Bun. :mrgreen:

      Reply

  9. Gauuul

    Aul juga punya lho beberapa perangko lamaaa dari zaman purba sampe zaman kemerdekaan wkwk
    ditempel-tempelin di dua halaman binder

    tapi gak ngoleksi sih
    abis ditempel ya sudah nggak ditambah tambah lagi wkwk

    Reply

  10. wuih…keren sob……mantap koleksinya. Eh ada yang sama hobbynya: Koleksi mobil miniatur, saya koleksi TOMICA. yang lain mah enggak lah. sudah cinta TOMICA sejak tahun 1990. 🙂

    Reply

    1. Waaaaaaaaaah mantaaaaap saya baru tahuuuu Mas Nanang hobi diecast!!
      Asiiiiik nanti kapan2 cerita soal hobinya ya Mas. SAya pengen liat koleksinya Mas Nanang. XD XD

      Reply

      1. itumah hoby dari jadul….pas kuliah. tahun 95 an sulit banget dapetin TOMICA. jadi kita hunting ke toko toko loak yang sudah kumel….biasanya ada itupun sudah kotor berdebu kebanyakan…sekarangmah sudah ada produksi baru jadi nggak susah. Sebenarnya nikmatnya tuh pas huntingnya itu karena langka.

        Reply

        1. Setuju Mas. Luar biasa keren sekali Mas Nanang ini. 😀

          Seperti kata Mas Nanang, yang seru itu adalah saat proses huntingnya ya. Kalo bisa dapet, bahagianya bukan main. 😀

          Reply

  11. ini hobiku duluuu waktu jaman SD.. berburu perangko sampe kemana-manaa.. demi dapat apa itu, yg semacam badge trus ditempel di baju pramuka 😀

    Reply

    1. Waaaaah dulu ada ya tugas pramuka seperti ngumpulin prangko? Saya dulu pas SD ga suka ikut pramuka sih… hahaha jadi aja sampe lulus SD saya masih Penggalang. 😆

      Reply

  12. Huaaa gilak banyak banget koleksinya. Aku kalah deh, kalaaaaaah >.<
    Haha ya emang aku gak ngumpulin lagi sih, mulai berpindah ke lain hati ke hobi postcrossing. Eh sekarang ngumpulin magnet.

    Jaga terus harta karunnya ya mas *kasihjempol

    Reply

    1. Ah pasti koleksi Om lebih banyak. 😀
      Secara saya baru tahun ini ngoleksi lagi dari awal. :mrgreen:

      Tuh ngumpulin kartu pos hasil postcrossing juga luar biasa keren. Keren abis bisa dapetin temen baru dan kartu pos dari berbagai negara. Prestisenya itu lho. 😉

      Iya Om, saya akan menjaga hobi saya ini. 🙂

      Reply

    1. Hobi ini masih banyak yang suka, Mas. 😀
      Memang email sudah menggantikan surat kertas. Tapi prangkonya sendiri masih eksotis dan diburu oleh kolektor. 🙂

      Reply

  13. Naaah, saya masih punya loo koleksi prangko sejak SMP hehe.. tinggal 1 bundel kecil didalam kotak kecil juga, Mungkin isinya hanya 10 biji. Saya cari ah! mau tulis juga di blog! Nanti saya kasih tau kalau udah saya tulis..

    (Dilema blogger berbayar skrg sudah jarang nulis yang “pribadi” hiks hiks, ciyus. Skrg mau tambahin banyak ah cerita2 kayak gini lagi hehe )

    Reply

  14. Alhamdulillah, sisa hobi saya 35 thn yg lalu (saat masih SD) msh ada,, tp kenapa skrg orang-orang jualan perangko lawas harganya selangit ???

    Reply

    1. Hehehe iyaa, tentu saja harganya selangit karena seperti hukum ekonomi, ada demand ada supply. Semakin langka barang dan ada permintaan, maka harganya bisa selangit. Kecuali kalau jenis prangkonya nggak terlalu langka dan banyak jumlahnya di pasaran, maka harga bisa jadi murah. 🙂

      Reply

  15. Kebetulan hari ini saya googling karena nemu album perangko saya dari tahun 1989, untungnya semua masih ada! Gegara hal ini langsung googling buat nyari tempat jual perangko, karena terakhir melengkapi koleksi tahun 1999. Jadi ada jeda 17 tahun untuk menyambung hobi ini.

    Reply

Leave a reply to Asop Cancel reply